MAKALAH "BUDAYA RITUAL RUWATAN CUKUR RAMBUT GIMBAL MASYARAKAT DIENG"
BUDAYA RITUAL
RUWATAN CUKUR RAMBUT
GIMBAL
MASYARAKAT DIENG
A. Latar Belakang
Indonesia terdiri atas
beribu-ribu pulau yang penuh dengan aneka ragam suku bangsa dan
kebudayaan.Setiap suku bangsa di Indonesia menciptakan, menyebarluaskan dan
mewariskan kebudayaan masing-masing dari satu generasi ke generasiberikutnya.
Keanekaragaman suku
bangsa dan kebudayaan itu pada hakikatnya adalah satu dan memberi identitas
khusus serta menjadi modal dasar pengembangan budaya bangsa.Keanekaragaman
kebudayaan pada setiap suku bangsa di Indonesia menunjukkan kekayaan kebudayaan
Nusantara.Masing-masing daerah di Indonesia memiiki ciri khas kebudayaan yang
berbeda-beda.
Di daerah Wonosobo
terdapat bermacam-macam budaya, salah satunya adalah Budaya Ritual Ruwatan
Cukur Rambut Gimbal di Desa Dieng, Kecamatan Kejajar. Menurut Karkono Kamajaya
dkk (1992:10) “Kata Ruwatan berasal dari kata ruwat yang berarti bebas,lepas.
Kata mangruwat atau ngruwatartinya membebaskan,melepaskan”. Ruwatan
adalah ritual sakral dengan tujuan untuk membebaskan, membersihkan seseorang
dari sesuatu yang dipandang tidak baik atau buruk serta jahat.
B.
Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah/asal mula Ritual Ruwatan Cukur Rambut Gimbal ?
1. Bagaimana sejarah/asal mula Ritual Ruwatan Cukur Rambut Gimbal ?
2. Bagaimana prosesi pelaksanaan Ruwatan Cukur
Rambut Gimbal?
3. Kapan Rambut Gimbal boleh dicukur/potong?
4.Bagaimana bentuk dan Isi Doa yang digunakan
dalam Ruwatan Cukur Rambut Gimbal?
5. Apa saja Simbol Instrumen
Ruwatan Cukur Rambut Gimbal
6. Apa tujuan dari Ritual Ruwatan Cukur Rambut Gimbal?
C. Tujuan Penulisan
1.
Mengetahui sejarah atau asal mula dari Ritual Ruwatan
Cukur Rambut Gimbal
2.
Mengetahui prosesi pelaksanaan Ritual Ruwatan Cukur
Rambut Gimbal
3.
Mengetahui waktu diperbolehkannya memotong Rambut Gimbal
4.
Mengetahui bentuk dan isi doa yang digunakan dalam
Ritual
5.
Mengetahui simbol instrument Ruwatan Cukur Rambut Gimbal
6.
Mengetahui tujuan dari Ritual Ruwatan Cukur Rambut Gimbal
PEMBAHASAN
A. Sejarah/ Asal mula Ruwatan Cukur Rambut Gimbal
Konon
kabarnya, Anak Gimbal Dieng adalah titisan dari Kyai Kolodete.Kyai Kolodete
dianggap sebagai luluhur pendiri Dieng.Leluhur ini bukan sesosok gaib,
melainkan sesosok manusia yang pertama kali membuka tanah Dieng.Ia hidup pada
masa kejayaan Mataram.Kyai Kolodete ini memiliki rambut Gimbal.
Kyai
Kolodete dikenal sebagai seorang pemimpin, seorang penasihat dan seorang yang
sangat berpengaruh dalam masyarakat di daerah Kawedanan Kertek dan
sekitarnya.Jabatan formalnya adalah sebagai kebayan desa Tegalsari, Kertek,
Wonosobo.
Kyai
Kolodete berkeinginan bisa memajukan kesejahteraan dan kebahagiaan keluarga dan
masyarakatnya.Maka, agar keinginannya lebih bisa direalisasikan, beliau
bermaksud menjadi Lurah.Maksud ini mendapat dukungan kuat dari masyarakatnya.Masyarakat
sudah menganggap bahwa dari sifatnya dan sikapnya, Kyai Kolidete dipandang
telah memenuhi syarat sebagai Lurah.
Pada suatu
hari, Kyai Kolodete mencalonkan diri untuk menjabat sebagai Lurah.Permohonan
ini diajukan ke pemerintah pusat, yaitu Mataram.Namun, tanpa diketahui alasannya,
permintaan itu ditolak.Ditolaknya permintaan itu membuat hati masyarakat
menjadi kecewa.
Demikian
juga dengan Kyai Kolodete.Beliau merasa malu terhadap rakyatnya.Sebagai
pertanggungan jawab atas ditolaknya permohonan tersebut, beliau ingin
mengasingkan diri dari keramaian dan ingin bertapa di Dataran Tinggi Dieng.
Sebelum bertapa, beliau berpesan kepada rakyatnya:
“Mung semene wae anggonku njuwita Pamarintah, aku arep menjang Dieng“(Hanya sampai sekian aku mengabdi
kepada Pemerintah, aku akan ke Dieng).
Dalam
setiap doanya, beliau memohon kepada sang Khaliq supaya cita-citanya dahulu,
yaitu membahagiakan dan mensejahterakan masyarakat bisa terkabul. Meski ia
jauh menyepi tetapi ia tetap begitu mencintai rakyatnya. Tanda bukti kecintaan
Kyai Kolodete kepada masyarakatnya berharap bisa direstui sang Khaliq. Tanda
bukti itu ialah supaya anak cucunya nanti di kemudian hari akan berambut Gimbal
seperti halnya rambut Kyai Kolodete. Dan, permohonan itu benar-benar dikabulkan
sang Khaliq.
Sampai
sekarang di Dataran Tinggi Dieng dan sekitarnya banyak terdapat anak berambut Gimbal.
Oleh masyarakat, anak berambut Gimbal ini disebut Anak Gimbal dan dianggap
titisan Kyai Kolodete yang berkekuatan gaib itu.Namun, cerita itu bukan versi
satu-satunya tentang Kyai Kolodete dan Anak Gimbalnya.
Ada versi
cerita lain tentang Kyai Kolodete dan rambut Gimbal yang berkaitan dengan mitos
Nyi Roro Kidul, penguasa Ratu Selatan Jawa. Cerita ini disadur dari penuturan
Mbah Naryono, pemangku adat Dieng Kulon, Kec. Batur, Kabupaten Banjarnegara.
Syahdan, datangnya
rambut Gimbal sebenarnya berasal dari Ratu Laut Kidul.Ratu Laut Kidul
menitipkan rambut Gimbal kepada Tumenggung Kolodete.Tumenggung Kolodete adalah
seorang panglima dari Keraton Yogyakarta yang sedang mengasingkan diri di
kawasan Dieng.
Singkatnya,
keturunan gaib dari Tumenggung Kolodete akan mempunyai rambut Gimbal. Keturunan
gaib ini adalah anak bajang titipan Nyi Roro Kidul. Suatu saat rambut Gimbal
anak bajang akan diminta kembali oleh Ratu Laut Kidul. Pengembalian rambut Gimbal
dilakukan melalui ruwatan dimana rambut Gimbal yang diruwat dilarung ke saluran
air yang mengalir ke Laut Selatan Jawa.
Satu lagi
versi cerita tentang Kyai Kolodete.Kali ini saya peroleh berhubungan dengan
sejarah Wonosobo.Konon ceritanya bahwa Kyai Kolodete merupakan satu dari tiga
tokoh yang mendirikan Kota Wonosobo, yakni bersama dengan Kyai Walik dan Kyai
Karim.
Kyai Walik
merancang tata kota Wonosobo. Kyai Karim menjadi peletak dasar-dasar
pemerintahan di Wonosobo.Dan, Kyai Kolodete pergi ke Wonosobo bagian utara di
kawasan Dieng membuat perkampungan.Ketiga tokoh itu menjalin kerjasama yang
erat, saling mendukung dan melengkapi demi memajukan perkampungan Wonosobo.
Kyai
Kolodete bersama keluarga dan pengikutnya membabat alas Dieng yang masih
perawan.Tujuannya adalah untuk dijadikan perkampungan penduduk, lahan
pertanian, dan ladang sebagai sumber penghidupan.Kyai Kolodete kemudian
diyakini menjadi ‘merkayangan’ atau penguasa Dieng.
Kyai
Kolodete ini memiliki rambut Gimbal semenjak kecil. Menurut mitosnya, lantaran
rambut Gimbalnya begitu mengganggu, sebelum meninggal Kyai Kolodete berpesan
agar anak cucunya membantu dalam menghadapi gangguan rambut itu.Maka,
diwariskanlah rambut Gimbalnya pada anak-anak Dataran Tinggi Dieng hingga
sampai sekarang.
Ada benang
merah yang bisa menghubungkan versi-versi cerita leluhur Dieng dan muasal
Rambut Gimbal.Semua sama-sama membicarakan Kyai Kolodete.Semua sepakat bahwa
Kyai Kolodete adalah leluhur Dieng yang ‘menitiskan’ rambut Gimbal kepada
bocah-bocah Dieng.
B. Prosesi pelaksanaan Ritual Ruwatan Cukur Rambut Gimbal
Dalam melakukan Ruwatan Anak Gimbal
Masyarakat Dieng memiliki dua pilihan menu.Bisa memilih secara mandiri atau
massal.Pertimbangannya menyesuaikan kemampuan keluarga yang meruwat anak Gimbalnya.
Jika keluarganya sendiri bisa
memenuhi permintaan dan memiliki biaya menyelenggarakan, ruwatan secara
mandiri bisa dilaksanakan.Namun, jelas ruwatan secara mandiri membutuhkan biaya
besar.Harus menanggung segala biaya seremoni ruwatan.
Maka, masyarakat Dieng lebih banyak
memilih meruwat anak Gimbalnya secara massal.Masyarakat ‘urunan’ gotong royong
melakukan ruwatan.Biaya dan tenaga ruwatan ditanggung bersama. Tentunya,
ruwatan secara massal ini juga akan lebih meriah. Ribuan masyarakat Dieng
berbondong-bondong datang memenuhi lokasi.Bisa dikatakan, ruwatan massal
sekaligus menjadi pesta rakyat Dataran Tinggi Dieng.
Lazimnya, setiap bulan Sura dalam
penanggalan Jawa atau bulan Agustus adalah saat pelaksanaan Ruwatan.Namun,
ruwatan tetap bisa dilaksanakan di luar waktu lazimnya.Tak jadi masalah
kapanpun ruwatan dilakukan.
Dalam pelaksanaannya, prosesi
ruwatan ditandai dengan pembacaan doa di rumah Pemuka Adat Dieng terlebih dulu.
Kemudian dilanjutkan dengan kirab arak-arakan Anak Gimbal yang diruwat menuju
Kompleks Candi Arjuna.Halaman rumah Pemuka Adat menjadi tempat pemberangkatan
Kirab.Kirab ini menyertakan barang-barang permintaan Anak Gimbal dan ‘uborampe’
sesaji berupa nasi tumpeng, ayam panggang, dan jajanan pasar.Kirab juga
dimeriahkan dengan beragam pentas seni dari penduduk sekitar.
Kirab berjalan dengan mengelilingi
kawasan Dieng sebagai upaya napak tilas. Napak tilas ini menuju beberapa
tempat, yaitu candi Dwarawati, komplek candi Arjuna, candi Gatotkaca, candi
Bima, sendang Maerokotjo, telaga Balekambang, kawah Sikidang, komplek pertapaan
Mandalasari, kali Kepek dan komplek pemakaman Dieng. Pada saat kirab berjalan,
para anak Gimbalakan dilempari beras kuning dan uang koin.
Kirab lalu singgah ke Dharmasala
untuk dilakukan jamasan Anak Gimbal di Sendang Sedayu.Tatkala memasuki sendang
Sedayu, anak-anak Gimbal berjalan dinaungi oleh Payung Robyong di bawah kain
kafan panjang di sekitar sendang sambil diiringi musik Gongso.Air untuk jamasan
tersebut ditambah kembang tujuh rupa (sapta warna) dan air dari Tuk Bimalukar,
Tuk Sendang Buana (Kali Bana), Tuk Kencen, Tuk Goa Sumur, Kali Pepek dan Tuk
Sibido (Tuk Pitu).
Setelah penjamasan selesai,
anak-anak rambut Gimbal dikawal menuju tempat pencukuran, yakni di kompleks
Candi Arjuna.Prosesi pencukuran rambut Gimbal merupakan puncak prosesi Ruwatan
Anak Gimbal.
Prosesi Ruwatan pencukuran Rambut Gimbal
dipimpin langsung Pemuka Adat Dieng.Namun begitu, orang yang mencukur tidak
harus Pemuka Adat Dieng.Orang-orang yang ditunjuk adat, misal Bupati dan Pejabat
Pemerintah dapat menjadi pencukur rambut Anak Gimbal.Pencukuran dilakukan di
halaman Candi Puntadewa, Kompleks Candi Arjuna. Setelah rambut Gimbal selesai
dicukur, potongan rambut itu diletakkan pada cawan berisi air dari Bima Lukar
dan bunga setaman.
Setelah pencukuran, acara
dilanjutkan dengan doa dan tasyakuran. Lalu, semua ‘uborampe’ prosesi dibagikan
kepada para pengunjung.Konon ceritanya itu dapat membawa berkah pada yang
membawanya.
Ritual terakhir dalam ruwatan anak Gimbal
adalah melarung potongan rambut.Larung dilakukan di tempat yang terdapat air
yang mengalir ke pantai selatan Jawa.Lokasi larung rambut Gimbal ini dilakukan
di Sendang Sukorini, Kali Tulis.Biasanya juga dilakukan di Telaga Warna.
Tempat-tempat itu memiliki hubungan dengan Samudera Hindia
C. Diperbolehkan Pemotongan Rambut Gimbal
Ritual Ruwatan Cukur Rambut Gimbal biasanya dilaksanakan
setiap tahun pada tanggal Satu Sura.
Tidak ada patokan yang pasti pada
anak umur berapa rambut Gimbal akan dipotong, akan tetapi hal tersebut akan dilakukan
pada saat anak telah cukup umur (lebih kurang dari 7 – 10 tahun) dan orang tuanya telah sanggup memenuhi
syarat-syarat yang diperlukan.
Potong Gimbal dilakukan setelah anak
memintanya untuk dipotong. Pada umumnya disertai dengan permintaan si anak yang
harus dituruti, seperti minta dibelikan kambing, sapi, uang, mainan anak-anak,
atau benda-benda lain. Tidak ada pola tentang permintaan anak Gimbal ini, bisa
mulai dari permintaan yang sederhana sampai dengan yang tidak mungkin dituruti
oleh orangtuanya.Jika permintaan memang tidak dapat dipenuhi rambut anak itu
pun tidak dipotong hingga dewasa bahkan meninggal dunia.
D. Bentuk dan Isi
Doa yang digunakan dalam Ritual Ruwatan Potong Rambut Gimbal
Dalam Ritual Ruwatan Potong Rambut Gimbaldoa yang dilantunkan menggunakan
bahasa Jawa dan bahasa Arab (sesuai dengan doa dalam agama Islam) yang
dilantunkan bersama dibawah pimpinan seorang pemuka agama.
Pembacaan doa ini bertujuan untuk memohon kepada Tuhan, sang penguasa
alam dan isinya untuk memberikan keselamatan dan dijauhkan dari marabahaya.
Dalam konsep Jawa berdoa juga mempunyai arti untuk memohon perlindungan kepada
penguasa alam raya sehingga umat manusia dapat memperoleh kebahagiaan dan
keselamatan.
Isi doa yang dilantunkan dalam Ritual Ruwatan Potong Rambut Gimbal berisi
permohonan kepada Allah untuk mengampuni dosa, menjauhkan diri dari segala
kemungkaran, memberikan rahmat serta hidayahnya dan rejeki yang banyak.
E. Simbol Instrumen
Ruwatan Cukur Rambut Gimbal
1.
Tumpeng Robyong
Tumpeng Robyong adalah tumpeng
putih yang harus ada ketika Ritual Ruwatan Cukur Rambut Gimbal, bentuknya sama
seperti tumpeng pada umumnya yaitu berbentuk kerucut, ditaruh diatas tampah di
ujung atas tumpeng terdapat telur ayam utuh. Bawang merah utuh,cabai merah,
aneka buah seperti tomat, salak, dan apel semuanya ditusuk seperti satai
menggunakan bilah dari bambu atau sujen tertancap melingkar di sekelilingnya.
Makna Tumpeng robyong Menurut
masyarakat Dieng adalah Bahwa hidup ini senantiasa dikelilingi berbagai
sifat-sifat kehidupan siluman, agar lepas dari gangguan itu harus dibuat sesaji
agar terlepas dari cengkeraman siluman dan kembali berkembang secara wajar.
2.
Jajan Pasar
Jajan pasar adalah berbagai jenis
makanan kecil yang biasa dijual di pasar-pasar.Namun menurut warga Dieng jajan
pasar adalah, seperti jenang, onde- onde, dan apem.Makna dari Jajan Pasar
adalah diharapkan setelah diruwat bias lebih dewasa tidak lagi seperti anak
kecil, tetapi dapat hidup mandiri dapat menjadi panutan atau menjadi teladan.
3.
Bakaran Menyan
Saat prosesi ruwatan tepatnya
sebelum membaca doa menyan dibakar, ketika menyan dibakar pasti mengeluarkan
asap. Asap larinya pasti keatas, jadi pembakaran dupa bermaksud agar doa yang
di minta bisa sampai kepada Tuhan yang Maha Kuasa.
4.
Larungan Rambut Gimbal
Larungan adalah pembuangan rambut Gimbal
kesungai serayu yang ada di Dieng, sungai tersebut mengalir sampai laut
selatan.Pelarungan potongan rambut Gimbal ke sungai menyimbolkan pengembalian
bala (kesialan) yang dibawa si anak kepada para dewa dan Nyi Roro Kidul. Ada
kepercayaan bahwa anak-anak Gimbal ini ditunggui jin dan pemotongan rambut
tersebut akan mengusir jin keluar dari tubuhnya sehingga segala bala akan
hilang dan rezeki pun datang.
.Sesaji-sesaji yang disediakan pada
acara ruwatan ini merupakan lambang permohonan petunjuk dan keselamatan bagi
perjalanan hidup si anak. Ada beberapa sesaji yang biasa digunakan, seperti :
(1) Ambeng bodro, berupa nasi yang
dikelilingi lauk pauk tempe, tahu dan telur,
(2) Ambeng bobrok, berupa ketan yang diberi gula merah,
jenang merah putih serta jajan pasar, dan
(3) Sesaji lain yang diperlukan antara lain : kepala
kambing, ingkung ayam, nasi tumpeng, bunga mawar, aneka minuman, kemenyan, air
kendi, sisir serta cermin, dan lain-lain.
Nilai
sesaji ini sangat bergantung pada kemampuan masyarakat yang menyelenggarakan,
sehingga hal ini akan dilaksanakan bila orang tua sudah siap. Bahkan bila
mempunyai kemampuan lebih sering diselenggarakan dengan pergelaran wayang
kulit.
F. Tujuan Ritual
Ruwatan Cukur Rambut Gimbal
Tujuan utama masyarakat
di Dieng menyelenggarakan Ritual Ruwatan Potong Rambut Gimbal, selain untuk
mengucap syukur atas segala karunia Allah juga memohon perlindungan dari Allah,
menjauhkan dari segala marabahaya dan mendapatkan rejeki yang melimpah,
sehingga dapat membawa kedamaian, keselamatan, dan kesejahteraan kepada seluruh
warga masyarakat.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ruwatan
adalah ritual sakral dengan tujuan untuk membebaskan, membersihkan seseorang
dari sesuatu yang dipandang tidak baik atau buruk serta jahat.
Dalam prosesiupacararuwatanini,ternyataterdapat
akulturasiantara nilai- nilai tradisi lokal dan nilai-nilai Islam,
seperti halnya dalam upacara ini masih terdapatseseji-sesajisebagaiperlengkapanupacarayang menandakansebagaitradisi lokal, sedangkan
nilai Islamnya terdapat pada do’a-do’a yang di gunakan.
Beberapayangmenjadiintidalam pelaksanaanupacaramemotongrambut GimbalUntuk itu perlu
disediakan beberapa yang harus ada misalnya dengan adanya tumpeng yang
terbuat dari nasi berbentuk kerucut melambangkan kekuasaan Tuhan, tumpengrombyongmenggambarkanalamseisinya.Lauk-paukyangditancapkan ditumpengmenggambarkan rambut
Gimbal. Tumpeng rombyongditujukan kepada Kyai Kolodete yang berambut Gimbal.Tumpeng
kuning melambangkan kekuasaan Tuhan, ditunjukkan kepada Nabi Muhammad SAW dan
sebagainya.
DAFTAR PUSTAKA
0 Response to "MAKALAH "BUDAYA RITUAL RUWATAN CUKUR RAMBUT GIMBAL MASYARAKAT DIENG""
Posting Komentar